Peradaban Syi’ir Arabi - Modern
Dahulu masa jahiliyah
(العصر الجاهلي) sekitar satu setengah abad sebelum datangnya
agama Islam di Jazirah Arab, para peneliti sastra menamainya sebagai al-huqbahaz-
zamaniyyah, yaitu masa kesempurnaan bahasa arab berupa puisi Jahily. Ketika
menelisik Syi’ir arabi pada periode Jahilya banyak terdapat sejarah- sejarah kuno.
Mulai dari susunan kata yang sangat sulit dipahami, juga terdapat didalamnya bentuk
dan segi bahasa maupun lisan yang berbeda- beda.
Sebagai mana
kita ketahui letak geografis Jazirah Arab yang tandus akan mempengaruhi cara berpikir
orang gurun pasir, dan cara berpikir orang gurun ini termasuk kedalam akhlak atau
perbuatan yang melekat pada masing- masing individu di wilayah tersebut. Maka melekatlah
sifat keberanian, kedermawanan, menepati janji, dan benci terhadap pemaksaan. Sifat-
sifat inilah yang melandasi cara berpikir para penyair Arab Jahily dalam membuat
tema- tema syi’ir.
Sejarah berkembangnya
syi’ir arab tidaklah mutlak akibat timbangan yang dihasilkan dari bentuk dan jenis
syi’ir tersebut. Akan tetapi dari timbangan bentuk dan jenis syi’ir dapat menghasilkan kata- kata terbaik dan mampu menghasilkan
susunan kata- kata yang bagus. Apabila syi’ir dilukiskan dengan kata- kata indah
sebagai luapan rasa penyair itu sendiri. Bukan sebagai kutipan dari orang lain
melainkan asli dari sang penyair.
Pada zaman dahulu
seorang penyair mempunyai gaya atau karakteristik terhadap syi’ir yang mereka buat.
Salah satu tujuan mereka membuat syi’ir yaitu sebagai mata pencaharian. Sebutlah
di syuq Ukadz. Disana banyak terdapat penyair yang bersorak ramai melantunkan
syi’ir terbaiknya.
Berdasarkan studi
komparatif antara sastra Arab pada periode Jahiliyah dan periode- periode setelah
munculnya Islam bias ditarik kesimpulan bahwa peran Islam begitu besar dalam perubahan
sosiokultural bangsa Arab. Kita bias menyaksikan bagaimana sebuah bangsa yang
terjembab dalam paganism dan dekadensi moral mampu diselamatkan oleh Islam menuju
kehidupan yang penuh petunjuk dan kemuliaan.
Karya sastra
pada periode jahily menggambarkan keadaan hidup masyarakat dikala itu, dimana mereka
sangat fanatik terhadap kabilah atau suku mereka. Sehingga syi’ir-
syi’ir yang muncul tidak jauh dari kebanggaan tiap kabilah masing-
masing. Begitu pula dengan khutbah yang berfungsi sebagai pembangkit semangat berperang
saat itu. Namun demikian karya- karya sastra pada periode jahilyah juga tidak luput
dari nilai- nilai positif yang dipertahankan oleh Islam seperti hikmah dan semangat
juang.
Hampir seluruh
syi’ir pada periode jahily diriwayatkan dari mulut ke mulut kecuali yang
termasuk kedalam Al- Muallaqat. Yaitu, Umru Al- Qais, Zuhaer bin Abi Sulma, Thorfah bin Abd, Antaroh
bin Syadad, Amr bin Kaltsum, Al-harits
bin Hilzah, Labid bin Robi’ah. Hal ini disebabkan masyarakat jahiliyah sangat tidak
terbiasa dengan budaya tulis menulis.Pada umumnya syi’ir- syi’ir jahiliyah dimulai
dengan mengenang puing- puing masa lalu yang telah hancur, berbicara tentang hewan-
hewan yang mereka miliki dan menggambarkan keadaan alam tempat dimana mereka tinggal.
Beberapa kosa kata pada periode jahiliyah sulit dipahami dan jarang digunakan dalam
bahasa arab saat ini.
Berikut ini berbagai
jenis syi’ir yang terdapat dalam periode jahiliyah, diantaranya:
1. Al-Madh atau pujian
2. Al- Hija atau hinaan/cercaan
3. Al-Fakhr atau membangga
4. Al- Hamasah atau semangat untuk membangkitkan ketika
ada suatu peristiwa semacam perang atau membangun sesuatu
5. Al-Ghozal atau ungkapan cinta bagi sang
kekasih
6. Al- I’tidzar atau permohonan maaf
7. Ar-Ritsa atau belasungkawa
8. Al-Washf atau penjelasan terhadap sesuatu dengan
simbolistik atau ekspresionistik
Pada periode
ini terdapat beberapa Nasr, yaitu Khutbah, Hikmah, dan Matsal.
Seiring berjalannya
waktu bentuk bahasa dan jenis syi’ir pun mulai berkembang. Contohnya ketika melihat
buku-buku yang berasal dari Yunani dan Roma terdapat banyak perjanjian-
perjanjian yang menggunakan bahasa arab. Akan tetapi bentuk bahasa dan kosa
kata yang digunakan sangatlah berbeda dengan periode Jahily. Sekalipun kita melihat
dari sebagian sejarah periode Jahily. Bahasa yang digunakan syi’ir sangatlah bebeda dengan bahasa
lisan sehari- hari. Banyak bercerita panjang lebar dan lengkap juga menggunakan
kosa kata klise.
Diriwayatkan
oleh Jahidz dalam kitab “hayawan” bahwa semua orang berpendirian teguh dalam pengaruh
kehidupannya masing- masing, seperti sebuah syi’ir yang terdiri dari berbagai macam
bentuk. Banyak mengutip dari kata- kata Jahily dan menggabungkan dalam sebuah syi’ir.
Didalam syi’ir arab terdapat timbangan jenis kata dan kesesuaian huruf akhir.
Dalam bahasa arab biasa dikenal dengan ilmu Arudh.
Dahulu mereka
menggabungkan tiap kata- kata kuno dengan sastra modern dalam membuat syi’ir, sehingga
menghasilkan tiap bait syi’ir yang begitu indah. Akan tetapi Al- Hamadani dan Yakuth menyebutkan
dalam riwayatnya Bani Ghamdan, yaitu Liyasarah bin Yahsub raja Himyar bahwa syi’ir
sebelum masehi bias disebut Fakhr. Dan banyak lain jenisnya. Saat ini sy
i’ir bias dikatakan sebagai puisi.
Dewasa ini sastra
banyak jenisnya. Seiring dengan ruang dan waktu bias dilihat dari bentuk dan sisinya.
Dilihat dari bentuknya sastra terdiri dari 4 bentuk, yaitu:
1. Prosa, yaitu bentuk
sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan panjang tidak terikat oleha turan-
aturan seperti dalam puisi.
2. Puisi, yaitu sasrta
yang diuraikan dengan menggunakan bahasa yang singkat dan padat serta indah.
3. Prosaliris,
yaitu bentuk sastra yang disajikan seperti bentuk puisi namun menggunakan bahasa
yang bebas terurai seperti pada prosa.
4. Drama, yaitu bentuk
sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan panjang, serta disajikan
menggunakan dialog atau monolog. Ada dua pengertian dalam drama. Drama dalam bentuk
naskah dan drama yang dipentaskan.
Sedangkan dilihat dari sisinya,
sastra terdiri dari 4 macam, yaitu:
1. Epik, yaitu karangan
yang melukiskan sesuatu secara obyektif tanpa mengikutkan perasaan dan pikiran pribadi
pengarang.
2. Lirik, yaitu karangan
yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif.
3. Didaktif, yaitu karya
sastra yang isinya mendidik penikmat atau pembaca tentang masalah moral,
tatakrama, norma, agama, dan lain sebagainya.
4. Dramatik, yaitu karya
sastra yang isinya melukiskan sesuatu kejadian (baik atau buruk) dengan pelukisan
yang berlebih- lebihan.
Dan dilihat dari sejarahnya, sastra terdiri
dari 3 bagian, yaitu:
1. Kesusastraan
lama, yaitu kesusastraan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat lama.
2. Kesusatraan peralihan,
yaitu kusastraan yang hidup misalnya di zaman Abdullah bin Abdul kadir Munsyi, seperti
dalam salah satu karyanya hikayat Abdullah.
3. Kesusastraan
Modern, yaitu kesusastraan yang hidup pada zaman sekarang.
Sekarang sastra
modern diakui sebagai karya pribadi. Bentuk sastra modern umumnya berbentuk
novel atau ceritapendek. Kosa kata yang digunakan isinya berkisar manusia dengan
kehidupan atau lingkungannya sehari- hari. Karya sastra modern cara berceritanya
singkat, padat, dan lugas serta bersifat nasional, bahkan mendunia, tetapi tidak
lepas dari daerah.
Sumber :TarikhAdabArabi, Mustafa
ShodiqAr- Rafi’i
Komentar
Posting Komentar